Online Info Pase, Mengubah nasib
tentu menjadi cita-cita semua orang sejak ia mampu berfikir secara normal.
Berangan-angan agar menjadi “orang” sukses dimasa depan sampai bercita-cita
mampu mengubah dunia jika dewasa kelak. Semua kita tentu memiliki itu dan ia
sudah ada sejak kecil, kelak suatu saat ia akan menggapainya.
Tentu saja itu bukan hal yang terlarang dan tidaklah mustahil untuk
terwujud, namun terkadang, di alam kenyataan, semua yang pernah kita
cita-citakan adalah hanyalah sia-sia, ada yang tercapai tetapi dalam konteks
yang tidak seuai harapan dan ada juga yang terwujud sebagaimana yang pernah
kita harapkan.
Namun, hal paling penting bagi setiap orang yang ingin cita-citanya tercapai
adalah ketekunan dan kepercayaan diri, maka kedua hal inilah yang mengantarkan
banyak orang yang bukan siapa-siapa dulunya menjadi “orang” dikemudian hari.
Berbicara ketekunan dan kepercayaan diri, inilah apa yang ingin saya
sampaikan dalam coretan ini. Terlahir dari keluarga yang tidak berpendidikan
tinggi, bukanlah penghalang bagi saya dikemudian hari bergaul dengan orang yang
lebih jauh tingkat pendidikannya dari saya. Hemat saya, kuncinya adalah satu,
untuk apa kita bergaul dengan orang-orang hebat itu? tujuan bergaul dengan
mereka adalah untuk mendapat ilmu, maka itu akan sangat mudah jalannya.
Karena pada dasarnya orang-orang berpendidikan tinggi adalah mereka yang
gemar menurunkan ilmu untuk siapa saja, tidak memandang kepada siapapun ia
sedang berbagi, apalagi sampai berfikir berapa biaya yang telah dihabiskannya
untuk mengeyam pendidikan, itu bukanlah tabiat yang digemari oleh orang
berpendidikan. Inilah yang kemudian mengarahkan saya untuk terus belajar dan
lebih percaya diri karena termotivasi dari orang-orang hebat tersebut.
Berbicara tentang dunia kepenulisan, saya bukanlah orang yang patut disebut
penulis, begitu juga dalam ilmu Jurnalistik, saya tidak pernah berpengalaman
untuk itu. Hanya saja, sejak duduk di bangku SMA, saya suka dan ingin lebih
tahu tentang bidang ini. Dan tahun 2007 hingga 2010 saat menjabat ketua Forum Anak
Aceh Besar dibawah binaan Unicef, PKPA, dan Dinas Sosial Aceh, adalah masa
dimana saya sering mengikuti pelatihan jurnalistik dan pelatihan penyiaran.
Sehingga pada tahun 2009 pernah menjadi bagian tim wartawan anak pada Majalah
Aneuk Aceh yang dibina oleh Unicef dan Dinas Sosial Aceh. Mungkin, inilah
secuil pengalaman awal dalam dunia kepenulisan saya.
Berangkat dari itu, duniapun semakin hari terus mengalami kemajuan, berbagai
perkembangan teknologi dan informasi juga menjelajah hingga ke pelosok dunia,
tidak terkecuali tempat dimana saya tumbuh besar. Berbagai kemudahan alat
komonikasi mengantarkan kita untuk menjadi lebih mudah dalam belajar, dan
mengaplikasikan apa saja yang telah kita pelajari dan kita sukai kedalam alat
komunikasi tersebut.
Contohnya saja, media sosial seperti Facebok, Twitter, Blogger, dan lainnya
yang merupakan alat informasi kekinian ciptaan manusia ini telah menjadi
kebutuhan primer bagi banyak manusia untuk saat ini. Dapat menghubungkan
komunikasi antar benua, mencari jejak teman lama yang tidak tahu lagi dimana
alamatnya, hingga berbagi informasi terbaru dalam hitungan detik, inilah
beberapa kelebihan media sosial dimaksud yang harus kita manfaatkan dengan
baik.
Menjadi seorang santri, bukanlah penghalang bagi kita untuk bercita-cita
merubah dunia sebagaimana apa yang diinginkan oleh orang lain juga. Jika
dulunya orang menganggap bahwa santri tidak memiliki masa depan yang cerah,
maka orang yang hidup di era modern seperti ini harus membuang jauh-jauh
pemikiran tersebut, kalau ia ingin dianggap sebagai orang yang dapat berfikir
cerdas.
Menghubungkan santri dengan dunia kepenulisan, sungguh banyak hal yang dapat
ditulis oleh santri. Karena, setiap hari dan malam aktifitas santri adalah
belajar, selesai dari belajar, ia dapat menulis apa yang telah dipelajarinya
kedalam sebuah buku catatan, dan kemudian hari dirangkum kedalam bentuk buku
atau sebagainya. Begitu juga seorang santri yang memiliki kecerdasan dan
tingkat ilmiah lebih tinggi, dia dapat menulis apa saja pengetahuan yang baru
ia dapatkan dari guru atau buku yang dibacanya kedalam sebuah catatan penting,
hingga disusun dengan baik agar menjadi bentuk buku. Atau, bagi seorang yang
memiliki imajinasi tinggi dalam merangkai kata, tentunya dapat dimanfaatkan
untuk mengarang cerpen, puisi atau novel bernuansa santri.
Begitu juga jika seorang santri gemar dalam mengikuti perkembangan peristiwa
disekitar kehidupannya sehari-hari, tentu dia bisa menuliskan peristiwa
tersebut dalam bentuk berita maupun citizen reporter. Masih banyak lagi
kejadian-kejadian yang kita alami sehari-hari yang dapat dicurahkan dalam
bentuk karya tulis positif, lalu kita teruskan karya tulis tersebut di media
sosial agar bermanfaat bagi orang banyak.
Seperti yang saya alami saat ini, tepat pada 24 Agustus 2016 lalu, mendapat
undangan dari panitia pelaksana Workshop Kepenulisan Santri Pondok Pesantren
se-Aceh, lalu disebabkan tingginya antusiasisme santri yang mengikuti workshop
itu, H. M. Daud Pakeh, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, ikut
“memancing” semangat santri yang mengikuti acara tersebut dengan menjanjikan
peluang magang secara gratis ke Banten pada POSPENAS VII.
Mendengar “pancingan” tersebut, terbesit dalam hati saya, bahwa diantara
peserta dalam ruangan ini, tentu ada orang yang jauh lebih baik dari saya.
Namun seketika fikiran saya berubah dan bertekad untuk turut mengambil
kesempatan emas ini. Kepercayaan diri, membuat saya menjadi lupa bahwa orang
lain lebih hebat dari saya dan yang ada difikiran saat itu adalah, saya harus mencoba,
dan harus percaya diri. Berberapa karya tulis yang disyaratkan panitia pun saya
penuhi.
Ternyata janji orang nomor satu di Kantor Wilayah Kemenag Aceh itu adalah
sebuah keseriusan yang luar biasa terhadap kemajuan santri. Alhasil, berbagai
usaha yang telah saya tempuh tersebut mengantarkan saya ke Provinsi Banten,
bersama dengan kontingen Aceh untuk mengikuti Pekan Olahraga Seni Pondok
Pesantren Nasional (POSPENAS) Ke-VII.
Setelah beberapa hari berada di banten, dan ikut meliput berbagai aktifitas
santri Aceh di event tiga tahunan ini. Saya mendapat berbagai macam pengalaman
baru, diantaranya adalah cara mengolah hasil pertandingan menjadi bentuk berita
dalam waktu yang relatif cepat, hingga pengalaman bagaimana mewawancarai
orang-orang yang akan kita libatkan dalam tulisan.
Disini juga saya menyadari bahwa, masih sangat banyak hal yang harus saya
pelajari tentang dunia kepenulisan. Bagaimana mengawali sebuah karya tulis,
hingga memikirkan bagaimana karya tulis ini layak untuk saya simpan dalam
dokumen pribadi, dan layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas. Kuncinya
adalah mau belajar, mau berbuat (menulis) dan percaya diri. [Klikkabar.com]
Comments
Post a Comment